Indonesia berencana maju terus dengan menilai ulang mata uang rupiahnya pada tahun 2013, di tengah-tengah keprihatinan bagaimana reaksi warga terhadap perubahan itu, meskipun uang kertas baru akan diperkenalkan masih beberapa tahun lagi.
Bank sentral Indonesia, Bank Indonesia (BI), pertama kali mengusulkan langkah itu pada tahun 2010 sebagai tanggapannya akan pendirian Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) pada tahun 2015, juga sebagai perbaikan ekonomi menyeluruh bagi bangsa berpopulasi keempat tertinggi di dunia ini.
Menurut langkah tersebut, tiga angka nol akan dihapus dari uang kertas, mengubah uang kertas 100.000 rupiah menjadi uang kertas 100 rupiah, dan uang kertas 20.000 menjadi 20 rupiah, dan sterusnya. Usulan garis waktu akan memungkinkan warga Indonesia menggunakan mata uang yang lebih mudah itu pada tahun 2019.
Sebuah RUU untuk menilai kembali mata uang ini telah ditempatkan dalam agenda legislatif nasional untuk tahun 2013, dan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) diharapkan untuk mendebatnya tahun ini.
Penilaian kembali mata uang tidak akan mengurangi nilai mata uang negeri ini – tetapi informasi ini belum disebarkan secara luas, menurut Ryan Kiryanto, ketua ekonom dari Bank Negara Indonesia (BNI), bank pemerintah Indonesia.
Dia berkata, pemerintah harus mengumumkan ke seluruh kawasan negara itu untuk memberi pemahaman lebih baik mengenai keuntungan dan dampak kebijakan baru ini.
“Jangan pikir semua warga Indonesia sama seperti warga di Jakarta,” kata Ryan kepada pers di Jakarta pada tanggal 7 Desember.
Selain pemahaman dan menerima perubahan itu, warga juga harus dididik mengenai cara membedakan antara mata uang palsu dan asli, menurut dia.
Gubernur BI Darmin Nasution mengutarakan keprihatinan yang sama dan berkata bahwa bank sentral menyadari dampak penilaian ulang tersebut.
“Kita harus melakukan sosialisasi pada saat ekonomi dalam keadaan baik, agar warga lebih mudah menerima perubahan,” katanya kepada pers pada tanggal 11 Desember, di kantornya di Jakarta.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkata bahwa jika RUU ini disetujui, pendidikan dan penerapan kebijakan ini akan memakan waktu hingga sepuluh tahun.
“Hal ini tidak akan terjadi dalam semalam saja. Kita akan belajar dari negara-negara yang telah berhasil dan gagal menerapkan kebijakan serupa,” ujarnya kepada wartawan.
Kurun waktu sepuluh tahun ini akan terdiri dari beberapa tahap, termasuk gerakan kesadaran, jangka waktu dua tahun untuk menarik mata uang lama dari peredaran, dan waktu untuk mulai menggunakan mata uang baru pada tahun 2019.
“Semoga kita akan berhasil,” tambahnya.
khabarsoutheastasia.com
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Post a Comment
jangan lupa buat ninggalin komen yaa....
boleh kopas kok.. tapi kasih link ke http://gilapc.com/ yaa...
terima kasih kunjungannya... :)