Setelah berat badannya turun, seorang wanita berusia 87 tahun asal Swiss mengaku mengalami kram yang sangat menyakitkan di dadanya. Mungkin terdengar biasa, tapi ternyata kram hebat ini disebabkan kerongkongan si nenek memilin dengan sendirinya kapan pun ia menelan makanan.
Beberapa bulan belakangan berat badan wanita yang tak disebutkan namanya ini turun sekitar 5 kilogram. Sejak saat itu, ia mengeluh mengalami kejang seperti kram di dadanya sesaat setelah makan.
Untuk memastikan apa yang terjadi pada wanita ini, tim dokter pun menggelar sebuah prosedur endoskopi. Dari situ mereka menemukan ketika si pasien menelan makanan, esofagus atau kerongkongannya akan memilin seperti membentuk spiral. Dari foto-foto rontgen juga terungkap kerongkongan si nenek memilin dan membentuk seperti ujung pembuka botol.
"Temuan ini luar biasa," kata Dr. Luc Biedermann dari University Hospital Zurich, Swiss yang menangani wanita ini dan melaporkan kasus ini dalam New England Journal of Medicine.
Meski kondisinya tampak tak wajar, kasus serupa sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2003, dalam jurnal yang sama juga dilaporkan seorang pasien wanita berusia 89 tahun mengeluh sulit menelan, nyeri perut dan sering bersendawa yang ternyata diakibatkan oleh kerongkongannya memilin seperti ditemukan pada pasien dari Swiss.
Begitu pula dengan pengakuan Dr. Michael Vaezi yang memiliki spesialisasi dalam menangani 'gangguan motilitas pada kerongkongan' dari Vanderbilt University Medical Center, Tennessee, AS.
"Saya sering melihat kasus seperti ini berulang kali. Bahkan di klinik tempat saya bekerja, kami menghadapi pasien-pasien dengan gangguan semacam ini hampir setiap minggu, meski kondisi ini jarang dilihat oleh dokter umum," tuturnya.
Dr. John Pandolfino, dokter spesialis gastroenterologi dari Northwestern Memorial Hospital, Chicago menerangkan jika fenomena aneh ini terjadi karena otot-otot kerongkongan pasien berkontraksi secara bersamaan.
Normalnya, ketika seseorang menelan makanan, otot yang melingkari bagian atas kerongkongan akan berkontraksi terlebih dulu, kemudian saat mereka berelaksasi, barulah otot-otot di bawahnya 'mendapatkan giliran' untuk berkontraksi. 'Gelombang' kontraksi ini akan terus berjalan hingga ke perut untuk mendorong makanan.
Tapi pada pasien yang kerongkongannya memilin, seluruh otot kerongkongan, baik yang atas maupun yang bawah, berkontraksi secara bersamaan. Akibatnya, alih-alih mendorong makanan ke bawah atau ke perut, otot-otot ini malah mendorong kerongkongan itu dengan sendirinya sehingga membentuk spiral.
Kendati begitu sampai sekarang belum ada peneliti yang menemukan apa penyebabnya. "Sejumlah pakar menduga bahwa penyebabnya adalah gastroesophageal reflux (GERD)," tandas Dr. Vaezi seperti dilansir Foxnews, Jumat (10/5/2013).
Tapi karena kondisi ini tak ada obatnya, para dokter biasanya mencoba menangani pasien dengan memberi mereka obat-obatan proton-pump inhibitor (PPIs) yang biasanya digunakan oleh pasien GERD; dan calcium channel blockers (CCBs) yang dikatakan Dr Vaezi dapat membantu mengurangi 'peremasan' akibat kontraksi otot kerongkongan.
Namun pada kasus pasien asal Swiss ini tak ada satupun dari kedua jenis obat-obatan ini yang dapat memulihkan kondisinya.
"Pada beberapa kasus, botox yang disuntikkan pada esofagus juga dapat dicoba untuk mengatasi kondisi tersebut meski tingkat keberhasilannya kecil. Kalaupun bisa efektivitasnya hanya berlangsung antara 6-12 bulan. Jika tidak, solusi terakhirnya tinggal prosedur operasi untuk memperbaiki otot-otot kerongkongan," saran Dr. Pandolfino.
http://health.detik.com
Beberapa bulan belakangan berat badan wanita yang tak disebutkan namanya ini turun sekitar 5 kilogram. Sejak saat itu, ia mengeluh mengalami kejang seperti kram di dadanya sesaat setelah makan.
Untuk memastikan apa yang terjadi pada wanita ini, tim dokter pun menggelar sebuah prosedur endoskopi. Dari situ mereka menemukan ketika si pasien menelan makanan, esofagus atau kerongkongannya akan memilin seperti membentuk spiral. Dari foto-foto rontgen juga terungkap kerongkongan si nenek memilin dan membentuk seperti ujung pembuka botol.
"Temuan ini luar biasa," kata Dr. Luc Biedermann dari University Hospital Zurich, Swiss yang menangani wanita ini dan melaporkan kasus ini dalam New England Journal of Medicine.
Meski kondisinya tampak tak wajar, kasus serupa sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2003, dalam jurnal yang sama juga dilaporkan seorang pasien wanita berusia 89 tahun mengeluh sulit menelan, nyeri perut dan sering bersendawa yang ternyata diakibatkan oleh kerongkongannya memilin seperti ditemukan pada pasien dari Swiss.
Begitu pula dengan pengakuan Dr. Michael Vaezi yang memiliki spesialisasi dalam menangani 'gangguan motilitas pada kerongkongan' dari Vanderbilt University Medical Center, Tennessee, AS.
"Saya sering melihat kasus seperti ini berulang kali. Bahkan di klinik tempat saya bekerja, kami menghadapi pasien-pasien dengan gangguan semacam ini hampir setiap minggu, meski kondisi ini jarang dilihat oleh dokter umum," tuturnya.
Dr. John Pandolfino, dokter spesialis gastroenterologi dari Northwestern Memorial Hospital, Chicago menerangkan jika fenomena aneh ini terjadi karena otot-otot kerongkongan pasien berkontraksi secara bersamaan.
Normalnya, ketika seseorang menelan makanan, otot yang melingkari bagian atas kerongkongan akan berkontraksi terlebih dulu, kemudian saat mereka berelaksasi, barulah otot-otot di bawahnya 'mendapatkan giliran' untuk berkontraksi. 'Gelombang' kontraksi ini akan terus berjalan hingga ke perut untuk mendorong makanan.
Tapi pada pasien yang kerongkongannya memilin, seluruh otot kerongkongan, baik yang atas maupun yang bawah, berkontraksi secara bersamaan. Akibatnya, alih-alih mendorong makanan ke bawah atau ke perut, otot-otot ini malah mendorong kerongkongan itu dengan sendirinya sehingga membentuk spiral.
Kendati begitu sampai sekarang belum ada peneliti yang menemukan apa penyebabnya. "Sejumlah pakar menduga bahwa penyebabnya adalah gastroesophageal reflux (GERD)," tandas Dr. Vaezi seperti dilansir Foxnews, Jumat (10/5/2013).
Tapi karena kondisi ini tak ada obatnya, para dokter biasanya mencoba menangani pasien dengan memberi mereka obat-obatan proton-pump inhibitor (PPIs) yang biasanya digunakan oleh pasien GERD; dan calcium channel blockers (CCBs) yang dikatakan Dr Vaezi dapat membantu mengurangi 'peremasan' akibat kontraksi otot kerongkongan.
Namun pada kasus pasien asal Swiss ini tak ada satupun dari kedua jenis obat-obatan ini yang dapat memulihkan kondisinya.
"Pada beberapa kasus, botox yang disuntikkan pada esofagus juga dapat dicoba untuk mengatasi kondisi tersebut meski tingkat keberhasilannya kecil. Kalaupun bisa efektivitasnya hanya berlangsung antara 6-12 bulan. Jika tidak, solusi terakhirnya tinggal prosedur operasi untuk memperbaiki otot-otot kerongkongan," saran Dr. Pandolfino.
http://health.detik.com
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Post a Comment
jangan lupa buat ninggalin komen yaa....
boleh kopas kok.. tapi kasih link ke http://gilapc.com/ yaa...
terima kasih kunjungannya... :)