Tiga sosok preman di Yogyakarta yang ditelisik Ulil Amri pada 2004-2005 dituliskan dengan detail dalam penelitiannya. Ketiga preman itu dituliskan seperti mini-biografi, sesuai kelas, aksi dan jumlah aset ekonomi yang dimilikinya. Untuk mendapatkan data itu, Ulil yang asli Makassar itu menjelaskan, bahkan dirinya harus merengek-rengek untuk ikut melihat aksi sosok preman yang ditulis dalam melakukan aksinya dalam mengambil upeti atau membagi hasil pada bawahannya.
Nama sosok-sosok preman Yogyakarta yang dituliskan itu menggunakan nama samaran atau bukan nama asli. Menurut Ulil, itu sesuai dengan perjanjiannya dengan narasumbernya.
"Saya tidak bisa memberitahukan siapa saja mereka. Saya sudah berjanji kepada mereka. Tapi tentang ciri, aksi, kekuasaan, aset, dan tempat tinggal bisa saya kisahkan," kata Ulil Amri, kini peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Regional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada merdeka.com pada Kamis (28/3) malam.
Menurut Ulil, sosok preman Yogyakarta yang paling terkenal adalah Joko yang berasal dari Kampung Badran. Dalam penelitian Ulil, tokoh preman Yogya yang masuk dalam kategori preman Yogya kelas atas. Sosok Joko, menurut Ulil, adalah sosok yang terkenal di seantero Yogyakarta. Sebagai preman, dia memiliki aset kapital yang tidak sedikit, mulai dari angkutan umum hingga mobil pribadi.
"Orang Yogya bisa menebak orangnya. Orangnya sudah meninggal," ujar Ulil lebih lanjut.
Menurut Ulil, Joko memiliki kekuasaan sekitar Jalan Malioboro Yogyakarta, lalu perjudian dan prostitusi di Pasar Kembang, hingga perjudian di kawasan Terban. Menurut Ulil, Joko ini adalah salah satu pentolan satgas dari Partai Persatuan pembangunan pada masa Orde Baru. Kelak jabatannya sebagai pentolan dan kedekatannya dengan pihak partai berlambang Kabah itu melejitkan namanya dalam jagat hitam Yogyakarta.
Dari penjelasan Ulil, tampilan fisik Joko biasa saja, ukuran badannya seperti orang Jawa kebanyakan. Tinggi badannya sekitar 175 cm. Kulitnya coklat kehitaman, sorot matanya tajam selalu awas pada orang di sekelilingnya, dan suaranya terdengar keras atau melengking bila marah. Joko memiliki pembawaan yang selalu emosional dan meledak-ledak.
Kisah kerasnya kehidupan Joko dimulai sejak tahun 80-an. Dia menikah pada umur 17 tahun pada 1979 dan anak pertamanya lahir setahun kemudian. Pada masa itu, entah karena sial atau kenapa, dalam penelitian Ulil, Joko terlibat baku hantam dengan seorang perwira tinggi militer di Yogyakarta. Dalam perkelahian itu, Joko mengakhiri hidup sang perwira itu.
Setelah kejadian itu, Joko menjadi buronan petugas keamanan di Yogyakarta saat itu. mengetahui diri menjadi buron, Joko melarikan diri ke Jombang. Di kampung santri itu, Joko ia menimba ilmu agama. Namun tidak sampai setahun, dia kembali ke Yogya dan langsung ditangkap dan dijebloskan di penjara.
Dari penelitian Ulil menyebutkan, masa muda Joko seperti berlangganan dengan sel penjara. Setelah melewati masa tahanan, Joko bukannya berubah. Sikap serampangan dan gampang membunuh orang kian menjadi-jadi. Dari hasil wawancara yang didapatkan Ulil, Joko bahkan pernah membacok orang dengan clurit lantaran cek-cok di sebuah bengkel dekat Kantor PLN Jalan Mangkubumi, Yogyakarta. Akibat perbuatannya itu Joko kembali masuk penjara selama tiga tahun lebih.
Dalam sel di penjara, Joko di tempatkan dengan tahanan yang memiliki jenis kejahatan pembunuhan juga. Dari situ, Joko jeli membangun persahabatan dengan sesama tahanan. Kelak setelah keluar dari penjara, Joko menghidupkan kembali hubungan pertemanannya itu dalam bentuk relasi kelompok bisnis keamanan di Yogyakarta.
Statusnya yang pernah membunuh perwira militer seperti memiliki tempat tersendiri di kalangan preman Yogyakarta. Nama Joko kian melambung, malah hubungan semakin dekat dengan kalangan militer. Bahkan Ulil menuliskan, Joko seperti direkrut sebagai kaki tangan tentara seperti agen rahasia yang dilengkapi dengan pistol revolver. Pelan-pelan, kehidupan Joko secara ekonomi semakin membaik.
Tidak lama berselang, Joko bergabung dengan salah satu satuan tugas Partai Persatuan Pembangunan pada masa Orde Baru. Posisinya sebagai pentolan keamanan untuk PPP kian melambungkan namanya di kalangan elit dan pejabat di Yogyakarta. Di kalangan elit Yogya, dari penuturan Ulil, Joko dikenal memiliki kemampuan lobi yang mumpuni. Selain itu Joko terus mengasah kemampuannya dengan kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Janabadra, Yogyakarta.
Tidak sampai di situ, Joko juga terus belajar Bahasa Inggris dengan mentor khusus. Dalam penuturan Ulil, dalam waktu-waktu tertentu, Joko menyempatkan diri jalan-jalan ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Menurut Ulil, hal itu dilakukan Joko untuk mengetahui kondisi politik nasional atau internasional.
Dari segi kehidupan sosial, Ulil menjelaskan, sosok Joko dalam lingkungan akrab seperti masyarakat umumnya. Joko juga gambarkan sebagai sosok yang dekat tokoh-tokoh pemuka agama di Yogyakarta. Bahkan dalam penelitian Ulil, Joko dikenal sebagai penderma dan pemborong pembuatan masjid di Yogyakarta. Jumlahnya masjid yang dibikinnya mencapai 17 masjid.
merdeka.com
Nama sosok-sosok preman Yogyakarta yang dituliskan itu menggunakan nama samaran atau bukan nama asli. Menurut Ulil, itu sesuai dengan perjanjiannya dengan narasumbernya.
"Saya tidak bisa memberitahukan siapa saja mereka. Saya sudah berjanji kepada mereka. Tapi tentang ciri, aksi, kekuasaan, aset, dan tempat tinggal bisa saya kisahkan," kata Ulil Amri, kini peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Regional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada merdeka.com pada Kamis (28/3) malam.
Menurut Ulil, sosok preman Yogyakarta yang paling terkenal adalah Joko yang berasal dari Kampung Badran. Dalam penelitian Ulil, tokoh preman Yogya yang masuk dalam kategori preman Yogya kelas atas. Sosok Joko, menurut Ulil, adalah sosok yang terkenal di seantero Yogyakarta. Sebagai preman, dia memiliki aset kapital yang tidak sedikit, mulai dari angkutan umum hingga mobil pribadi.
"Orang Yogya bisa menebak orangnya. Orangnya sudah meninggal," ujar Ulil lebih lanjut.
Menurut Ulil, Joko memiliki kekuasaan sekitar Jalan Malioboro Yogyakarta, lalu perjudian dan prostitusi di Pasar Kembang, hingga perjudian di kawasan Terban. Menurut Ulil, Joko ini adalah salah satu pentolan satgas dari Partai Persatuan pembangunan pada masa Orde Baru. Kelak jabatannya sebagai pentolan dan kedekatannya dengan pihak partai berlambang Kabah itu melejitkan namanya dalam jagat hitam Yogyakarta.
Dari penjelasan Ulil, tampilan fisik Joko biasa saja, ukuran badannya seperti orang Jawa kebanyakan. Tinggi badannya sekitar 175 cm. Kulitnya coklat kehitaman, sorot matanya tajam selalu awas pada orang di sekelilingnya, dan suaranya terdengar keras atau melengking bila marah. Joko memiliki pembawaan yang selalu emosional dan meledak-ledak.
Kisah kerasnya kehidupan Joko dimulai sejak tahun 80-an. Dia menikah pada umur 17 tahun pada 1979 dan anak pertamanya lahir setahun kemudian. Pada masa itu, entah karena sial atau kenapa, dalam penelitian Ulil, Joko terlibat baku hantam dengan seorang perwira tinggi militer di Yogyakarta. Dalam perkelahian itu, Joko mengakhiri hidup sang perwira itu.
Setelah kejadian itu, Joko menjadi buronan petugas keamanan di Yogyakarta saat itu. mengetahui diri menjadi buron, Joko melarikan diri ke Jombang. Di kampung santri itu, Joko ia menimba ilmu agama. Namun tidak sampai setahun, dia kembali ke Yogya dan langsung ditangkap dan dijebloskan di penjara.
Dari penelitian Ulil menyebutkan, masa muda Joko seperti berlangganan dengan sel penjara. Setelah melewati masa tahanan, Joko bukannya berubah. Sikap serampangan dan gampang membunuh orang kian menjadi-jadi. Dari hasil wawancara yang didapatkan Ulil, Joko bahkan pernah membacok orang dengan clurit lantaran cek-cok di sebuah bengkel dekat Kantor PLN Jalan Mangkubumi, Yogyakarta. Akibat perbuatannya itu Joko kembali masuk penjara selama tiga tahun lebih.
Dalam sel di penjara, Joko di tempatkan dengan tahanan yang memiliki jenis kejahatan pembunuhan juga. Dari situ, Joko jeli membangun persahabatan dengan sesama tahanan. Kelak setelah keluar dari penjara, Joko menghidupkan kembali hubungan pertemanannya itu dalam bentuk relasi kelompok bisnis keamanan di Yogyakarta.
Statusnya yang pernah membunuh perwira militer seperti memiliki tempat tersendiri di kalangan preman Yogyakarta. Nama Joko kian melambung, malah hubungan semakin dekat dengan kalangan militer. Bahkan Ulil menuliskan, Joko seperti direkrut sebagai kaki tangan tentara seperti agen rahasia yang dilengkapi dengan pistol revolver. Pelan-pelan, kehidupan Joko secara ekonomi semakin membaik.
Tidak lama berselang, Joko bergabung dengan salah satu satuan tugas Partai Persatuan Pembangunan pada masa Orde Baru. Posisinya sebagai pentolan keamanan untuk PPP kian melambungkan namanya di kalangan elit dan pejabat di Yogyakarta. Di kalangan elit Yogya, dari penuturan Ulil, Joko dikenal memiliki kemampuan lobi yang mumpuni. Selain itu Joko terus mengasah kemampuannya dengan kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Janabadra, Yogyakarta.
Tidak sampai di situ, Joko juga terus belajar Bahasa Inggris dengan mentor khusus. Dalam penuturan Ulil, dalam waktu-waktu tertentu, Joko menyempatkan diri jalan-jalan ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Menurut Ulil, hal itu dilakukan Joko untuk mengetahui kondisi politik nasional atau internasional.
Dari segi kehidupan sosial, Ulil menjelaskan, sosok Joko dalam lingkungan akrab seperti masyarakat umumnya. Joko juga gambarkan sebagai sosok yang dekat tokoh-tokoh pemuka agama di Yogyakarta. Bahkan dalam penelitian Ulil, Joko dikenal sebagai penderma dan pemborong pembuatan masjid di Yogyakarta. Jumlahnya masjid yang dibikinnya mencapai 17 masjid.
merdeka.com
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Post a Comment
jangan lupa buat ninggalin komen yaa....
boleh kopas kok.. tapi kasih link ke http://gilapc.com/ yaa...
terima kasih kunjungannya... :)