Kepala Dinas Pendidikan Kota Prabumulih HM Rasyid membuat rencana kebijakan kontroversial: seluruh siswi di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, harus dites keperawananan.
Bahkan rencana itu akan direalisasikan tahun depan dan dananya akan diajukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2014. Kebijakan ini diklaim bisa memberikan efek positif bagi para siswi, mengingat di wilayahnya banyak terjadi tindak asusila.
Tak memakan waktu lama, rencana kebijakan ini langsung menuai kontroversi. Banyak pihak menilai rencana itu konyol, tidak jelas, dan melanggar hak asasi perempuan.
Mendengar rencana itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, Selasa 20 Agustus 2013, dengan tegas menolaknya. Nuh menilai rencana kebijakan itu sangat kontraproduktif dan tidak bijak.
"Apa sih melakukan tes virginitas? Kalau sudah tidak perawan lagi, terus mau diapain? Apa dia tidak boleh sekolah?" kata Mendikbud.
Menurutnya, masih banyak cara-cara lain yang lebih mulia agar siswa-siswi terhindari dari perbuatan negatif. Bukan kebijakan yang jelas-jelas menuai kontroversi dan merugikan.
Nuh meminta rencana kebijakan itu tidak direalisasikan. Jika Dinas Pendidikan Prabumulih tetap memaksakan kehendak membuat kebijakan tes keperawanan, Nuh mengancam akan memanggil mereka.
Pemerintah Pusat, katanya, punya kewenangan untuk mengintervensi kebijakan pemerintah daerah dengan dasar-dasar yang kuat. "Kabupaten/Kota memang punya kewenangan, tapi dia tidak bisa serta-merta melewati batas dan prinsip-prinsip umum," kata Nuh.
Penolakan tegas juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Prabumulih. Ketua MUI Kota Prabumulih, Ali Usman, menyatakan kebijakan itu akan berdampak kurang baik pada masyarakat. "Dalam agama juga diharamkan untuk melihat kemaluan seseorang," ucap Ali Usman.
Karena itu dia minta Dinas Pendidikan Kota Prabumulih mengkaji ulang rencananya itu. "Harus dipikirkan baik-baik dampaknya itu seperti apa," katanya.
Ketua Women Crisis Center (WCC) Sumatera Selatan, Yeni Izzi, menilai tes keperawanan bagi siswi merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Kebijakan itu sangat tidak pantas dan melecehkan martabat perempuan.
"Ini merupakan pelecehan terhadap hak perempuan. Itu sangat berdampak kepada psikologi perempuan. Terutama di tempat tinggalnya sendiri, ketika diketahui dia tidak perawan," tuturnya.
Ketua Komisi I DPRD Kota Prabumulih, Hartono Hamid, dengan tegas menolak rencana itu. Menurutnya, tes keperawanan melanggar hak asasi perempuan.
Tes keperawanan bagi para siswi, kata dia, hanya akan mengganggu mental para siswi, utamanya yang tak lagi perawan karena sebab tertentu. Sebab, katanya, ada banyak faktor yang menyebabkan seorang siswi bisa dinyatakan tak lagi perawan. Misalnya, karena kebanyakan olahraga atau bahkan korban pemerkosaan.
"Jadi tidak seluruh siswi hilang keperawanan karena seks bebas. Bagaimana kalau siswi itu korban perkosaan, pasti dia sangat malu dengan teman-temannya," ujar Hartono.
Hartono mengatakan, DPRD siap menjegal rencana itu dengan tidak menyetujui anggaran untuk tes keperawanan.
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan menentang keras rencana itu. Anggota Koalisi Pendidikan, Siti Juliantari, Rabu 22 Agustus 2013, menilai kebijakan tersebut berpotensi menjadi modus korupsi anggaran pendidikan.
Anggaran pendidikan seharusnya ditujukan untuk peningkatan kualitas dan pemerataan akses pendidikan.
"Tes keperawanan tidak ada relevansinya dengan pendidikan. Tidak ada dalam prinsip pendidikan, tes keperawanan dalam penerimaan siswa baru. Tes keperawanan oleh Dinas Pendidikan Prabumuilih itu diskriminatif," tuturnya.
Persoalan seks bebas di kalangan remaja tidak semata-mata tanggung jawab orang yang ditengarai melakukan seks bebas, tapi tanggung jawab masyarakat, guru, pendidik dan masyarakat.
Namun, rupanya tidak semua menolak rencana tersebut. Dukungan tes keperawanan justru datang dari siswi. Di antaranya Tiara Agustina (17 tahun). Siswi SMA Negeri 3 Prabumulih ini dengan tegas mendukung rencana kebijakan itu. "Saya setuju karena bisa diketahui berapa persen siswa yang masih perawan dan perlu diambil tindakan," ujar dia.
Bahkan dia berharap tahun depan kebijakan itu bisa dijalankan. Namun jika kebijakan itu dilaksanakan, hasil dari tes hendaknya tidak dipublikasikan demi menjaga nama baik siswi yang bersangkutan.
Suswani (16 tahun), siswi SMK Negeri I Prabumulih, juga setuju dengan rencana itu. Dia punya alasan menyetujui rencana tes keperawanan terhadap para siswi di Prabumulih.
"Kami sangat terpukul dengan pemberitaan yang menyudutkan kami tentang banyaknya pelajar yang terlibat seks bebas. Dan kami mendukung kebijakan itu," kata Suswani.
Dukungan juga datang dari Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hasrul Azwar. Menurut Hasrul, akibat kencenderungan pergaulan bebas dewasa ini, tes keperawanan perlu dilakukan.
"Itu tindakan akibat merajalelanya pergaulan bebas antar pelajar. Wajar ada tes keperawanan, karena dulu, dari agama, keperawanan itu sesuatu yang sangat sakral," kata Hasrul.
Ia mengatakan, jika seorang perempuan sudah tak perawan sebelum menikah, berarti itu adalah sebuah aib. Maka, tes keperawanan terhadap pelajar itu, kata Hazrul, perlu dilakukan. Tetapi tak perlu diumumkan. "Hasilnya cukup orangtua yang tahu," ujar dia.
viva.co.id
Bahkan rencana itu akan direalisasikan tahun depan dan dananya akan diajukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2014. Kebijakan ini diklaim bisa memberikan efek positif bagi para siswi, mengingat di wilayahnya banyak terjadi tindak asusila.
Tak memakan waktu lama, rencana kebijakan ini langsung menuai kontroversi. Banyak pihak menilai rencana itu konyol, tidak jelas, dan melanggar hak asasi perempuan.
Mendengar rencana itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, Selasa 20 Agustus 2013, dengan tegas menolaknya. Nuh menilai rencana kebijakan itu sangat kontraproduktif dan tidak bijak.
"Apa sih melakukan tes virginitas? Kalau sudah tidak perawan lagi, terus mau diapain? Apa dia tidak boleh sekolah?" kata Mendikbud.
Menurutnya, masih banyak cara-cara lain yang lebih mulia agar siswa-siswi terhindari dari perbuatan negatif. Bukan kebijakan yang jelas-jelas menuai kontroversi dan merugikan.
Nuh meminta rencana kebijakan itu tidak direalisasikan. Jika Dinas Pendidikan Prabumulih tetap memaksakan kehendak membuat kebijakan tes keperawanan, Nuh mengancam akan memanggil mereka.
Pemerintah Pusat, katanya, punya kewenangan untuk mengintervensi kebijakan pemerintah daerah dengan dasar-dasar yang kuat. "Kabupaten/Kota memang punya kewenangan, tapi dia tidak bisa serta-merta melewati batas dan prinsip-prinsip umum," kata Nuh.
Penolakan tegas juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Prabumulih. Ketua MUI Kota Prabumulih, Ali Usman, menyatakan kebijakan itu akan berdampak kurang baik pada masyarakat. "Dalam agama juga diharamkan untuk melihat kemaluan seseorang," ucap Ali Usman.
Karena itu dia minta Dinas Pendidikan Kota Prabumulih mengkaji ulang rencananya itu. "Harus dipikirkan baik-baik dampaknya itu seperti apa," katanya.
Ketua Women Crisis Center (WCC) Sumatera Selatan, Yeni Izzi, menilai tes keperawanan bagi siswi merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Kebijakan itu sangat tidak pantas dan melecehkan martabat perempuan.
"Ini merupakan pelecehan terhadap hak perempuan. Itu sangat berdampak kepada psikologi perempuan. Terutama di tempat tinggalnya sendiri, ketika diketahui dia tidak perawan," tuturnya.
Ketua Komisi I DPRD Kota Prabumulih, Hartono Hamid, dengan tegas menolak rencana itu. Menurutnya, tes keperawanan melanggar hak asasi perempuan.
Tes keperawanan bagi para siswi, kata dia, hanya akan mengganggu mental para siswi, utamanya yang tak lagi perawan karena sebab tertentu. Sebab, katanya, ada banyak faktor yang menyebabkan seorang siswi bisa dinyatakan tak lagi perawan. Misalnya, karena kebanyakan olahraga atau bahkan korban pemerkosaan.
"Jadi tidak seluruh siswi hilang keperawanan karena seks bebas. Bagaimana kalau siswi itu korban perkosaan, pasti dia sangat malu dengan teman-temannya," ujar Hartono.
Hartono mengatakan, DPRD siap menjegal rencana itu dengan tidak menyetujui anggaran untuk tes keperawanan.
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan menentang keras rencana itu. Anggota Koalisi Pendidikan, Siti Juliantari, Rabu 22 Agustus 2013, menilai kebijakan tersebut berpotensi menjadi modus korupsi anggaran pendidikan.
Anggaran pendidikan seharusnya ditujukan untuk peningkatan kualitas dan pemerataan akses pendidikan.
"Tes keperawanan tidak ada relevansinya dengan pendidikan. Tidak ada dalam prinsip pendidikan, tes keperawanan dalam penerimaan siswa baru. Tes keperawanan oleh Dinas Pendidikan Prabumuilih itu diskriminatif," tuturnya.
Persoalan seks bebas di kalangan remaja tidak semata-mata tanggung jawab orang yang ditengarai melakukan seks bebas, tapi tanggung jawab masyarakat, guru, pendidik dan masyarakat.
Namun, rupanya tidak semua menolak rencana tersebut. Dukungan tes keperawanan justru datang dari siswi. Di antaranya Tiara Agustina (17 tahun). Siswi SMA Negeri 3 Prabumulih ini dengan tegas mendukung rencana kebijakan itu. "Saya setuju karena bisa diketahui berapa persen siswa yang masih perawan dan perlu diambil tindakan," ujar dia.
Bahkan dia berharap tahun depan kebijakan itu bisa dijalankan. Namun jika kebijakan itu dilaksanakan, hasil dari tes hendaknya tidak dipublikasikan demi menjaga nama baik siswi yang bersangkutan.
Suswani (16 tahun), siswi SMK Negeri I Prabumulih, juga setuju dengan rencana itu. Dia punya alasan menyetujui rencana tes keperawanan terhadap para siswi di Prabumulih.
"Kami sangat terpukul dengan pemberitaan yang menyudutkan kami tentang banyaknya pelajar yang terlibat seks bebas. Dan kami mendukung kebijakan itu," kata Suswani.
Dukungan juga datang dari Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hasrul Azwar. Menurut Hasrul, akibat kencenderungan pergaulan bebas dewasa ini, tes keperawanan perlu dilakukan.
"Itu tindakan akibat merajalelanya pergaulan bebas antar pelajar. Wajar ada tes keperawanan, karena dulu, dari agama, keperawanan itu sesuatu yang sangat sakral," kata Hasrul.
Ia mengatakan, jika seorang perempuan sudah tak perawan sebelum menikah, berarti itu adalah sebuah aib. Maka, tes keperawanan terhadap pelajar itu, kata Hazrul, perlu dilakukan. Tetapi tak perlu diumumkan. "Hasilnya cukup orangtua yang tahu," ujar dia.
viva.co.id
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Post a Comment
jangan lupa buat ninggalin komen yaa....
boleh kopas kok.. tapi kasih link ke http://gilapc.com/ yaa...
terima kasih kunjungannya... :)