Pages

 

Tuesday, November 13, 2012

Terkuak, Kunci Misteri Dampak Letusan Dahsyat Gunung Toba

0 komentar


Letusan Gunung Toba pada 74.000 tahun lalu menjadi letusan di muka Bumi dalam kurun waktu dua juta tahun. Saat meletus, Gunung Toba ini tergolong Supervolcano. Hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki kantong magma yang besar yang jika meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya ratusan meter, sedangkan Supervolacano itu puluhan kilometer.

Gunung Toba memuntahkan 2.500 kilometer kubik lava. Setara dua kali volume Gunung Everest. Erupsinya 5.000 kali lebih mengerikan dari letusan Gunung St. Helens pada 1980 di Amerika Serikat. Amuk Toba itu menyisakan kawah seluas 50 kilometer, yang kini menjadi Danau Toba. Temuan baru tentang erupsi kolosal tersebut didapat para peneliti dari  Niels Bohr Institute. Peneliti mengaitkan letusan dahsyat itu dengan iklim global dan efeknya pada manusia purba. Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal sains,  Climate of the Past.

Para ahli menduga, letusan Gunung Toba mengakibatkan awan abu vulkanik dan asam sulfat menyembur ke atmosfer, dan terjebak di lapisan stratosfer bumi. Dari sana ia menyebar ke seluruh dunia, di belahan bumi utara dan selatan. Lalu turun ke bumi dalam bentuk hujan asam. "Kami sekarang telah melacak jejak hujan asam dalam lapisan es di Greenland dan Antartika," kata ilmuwan Anders Svensson dari Centre for Ice and Climate, Niels Bohr Institute, University of Copenhagen.

Seperti dikutip LiveScience, ada cukup bukti dalam inti es tentang bagaimana iklim bumi berubah secara drastis selama bertahun-tahun pasca erupsi. Sebelumnya, ada banyak spekulasi bagaimana letusan besar gunung berapi bisa mempengaruhi iklim. Salah satunya, awan raksasa berisi partikel belerang yang terlempar ke stratosfer akan manjadi seperti selimut, yang melindungi bumi dari radiasi matahari. Sehingga, planet manusia ini bisa menjadi lebih dingin.

Pertanyaannya, seberapa banyak dan berapa lama hal ini terjadi? Modelling yang dilakukan para ahli menemukan bahwa letusan dahsyat gunung berapi bisa menurunkan suhu global hingga 10 derajat selama beberapa dekade. Namun, inti es yang ditemukan ahli baru-baru ini menunjukkan penurunan suhu global hanya terjadi dalam waktu yang singkat dan tidak konsisten di seluruh dunia.

"Dalam kurva temperatur dari inti es, kami bisa  mengetahui tidak ada pendinginan global yang diakibatkan letusan Toba. Ada fluktuasi pendinginan dan besaran suhu global di belahan bumi utara. Namun, di belahan bumi selatan justru lebih hangat. Jadi, pendinginan global hanya terjadi dalam waktu singkat," kata Anders Svensson.

 

Konsekuensi Bagi Manusia
Meski demikian, erupsi Toba punya konsekuensi besar bagi alam, lingkungan, dan manusia yang tinggal di Asia kala itu, di mana lapisan abu dari erupsi ditemukan. Letusan Toba terjadi di saat yang menentukan dalam sejarah manusia, sekitar masa ketika nenek moyang kita, Homo sapiens melakukan eksodus massal, dari Afrika ke Asia. Para peneliti yakin, orang yang kala itu tinggal sejauh 2.000 kilometer di timur India dipengaruhi letusan tersebut, yang berkecamuk selama berminggu-minggu.

Namun, sejumlah arkeolog menentang ide konsekuensi fatal erupsi Toba pada penduduk yang tinggal di Asia yang terkena dampak letusan. Spekulasi berkisar dari tidak ada efek sama sekali pada kehidupan manusia kala itu hingga dugaan pemusnahan total populasi dalam wilayah yang luas. Tak ada cara untuk memastikannya, sebab, material dari periode itu terlalu tua untuk diketahui usianya menggunakan metode carbon-14. Oleh karena itu, lapisan abu Toba menjadi referensi penting. 

vivanews.com

0 komentar:

Post a Comment

jangan lupa buat ninggalin komen yaa....

boleh kopas kok.. tapi kasih link ke http://gilapc.com/ yaa...

terima kasih kunjungannya... :)